Helsa Gabbyelda Fenesia Sianipar

Helsa Gabbyelda Fenesia Sianipar

Namanya cantik kan? Iya secantik wajahnya.

Bayi mungil yang cantik itu hadir jadi bagian keluarga kami di bulan Desember sekitar 5 bulan yang lalu.

Hari itu nyokap tiba-tiba nyeletuk bilang, “kalian bentar lagi mau punya ade bayi”

Gue yang adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang sudah hampir menginjak umur 23 tahun shock berat.

“Emak gue hamil? Ah engga mungkin. Eh atau emak gue berencana punya anak lagi? Ah. Lebih engga mungkin.”

Itu yang seketika juga muncul didalam pikiran gue.

Terus nyokap ketawa dan bilang, “pokoknya besok akan ada dede bayi dirumah ini”

Setelah beberapa saat akhirnya nyokap ngaku.

Sebenarnya ada sepasang keluarga muda yang akan memiliki seorang bayi.

Hanya aja sang calon Bapak mendadak di PHK, dan si ibu engga punya perkerjaan bergaji cukup untuk membiayai seorang bayi.

Bukan Cuma itu. Mereka bahkan engga punya uang untuk membayar biaya persalinan.

Terus ada seorang ibu yang akhirnya memberi saran, untuk membiarkan anaknya diadopsi oleh keluarga lain.

Dan singkat cerita, anak itu akhirnya di adopsi oleh keluarga kami.

Ya itu salah satu rencananya. Tapi pada akhirnya nyokap memutuskan untuk ngasih anak itu diadopsi oleh keluarga kami ‘yang lain’.

Jadi hari itu, nyokap jemput dia dari keluarga nya, terus di bawa kerumah kami.

Bayi yang usianya belum sampai 2 minggu itu keliatan cantik dan sangat merah.

Rasanya gue pengen gendong layaknya seorang kaka menggendong adiknya.

Tapi gue takut. Baby itu keliatan mungil dan juga rapuh banget.

Akhirnya yang gue berani lakukan cuman ngajakin baby itu selfie dan boomerang. Haha.

Gadis mungil itu cuma ada di rumah kami untuk 2 jam aja.

Terus keluarga barunya membawa dia ke bandung, untuk pulang kerumah nya yang baru.

Gue engga pernah lagi dengar kabar soal adik kecil yang satu ini.

Sampai suatu ketika di bulan februari akhir gue denger kalau dia sudah berkali-kali masuk rumah sakit.

 

Echa dengan selang-selang

Kaget? Ya jelas.

Bayi mungil yang usia nya belum 4 bulan itu sudah harus bolak balik rumah sakit, dan bahkan engga bisa keluar dari HICU.

Ya Tuhan. Ada apa?

Tolong sembuhkan adik ku ini Tuhan.

Dia masih terlalu kecil untuk menderita begini.

 Itu doa gue. 

Ya gue sadar, sebagai kaka gue belum bisa jadi kaka terbaik karena doa gue aja masih bolong-bolong.

Gue juga bahkan engga tau kalau dia masuk rumah sakit, bahkan waktu gue lagi liburan di Bandung awal Februari yang lalu.

Gue bahkan engga tau apa-apa soal penyakitnya.

Gue bukan kakak yang baik.

Bahkan gue belum pantes dipanggil kakak untuk si kecil Helsa.

Sampai tiba-tiba, pertengahan bulan Maret yang lalu, Tuhan menjawab doa kami.

Akhirnya gue denger kalau baby kecil itu keluar dari rumah sakit.

Puji Tuhan.

Akhirnya Helsa engga harus dipasangi selang lagi di mulut dan hidung nya.

Akhirnya Helsa bisa bernafas dan makan dengan panca inderanya sendiri, tanpa bantuan alat lagi.

Tapi mungkin Helsa sudah terlalu banyak menghabiskan tenaga waktu dia berjuang dirumah sakit hampir 2 bulan.

Helsa sudah terlalu lelah memaksakan diri.

Dia masih terlalu kecil untuk bertahan sejauh itu.

Dan pada akhirnya, hari Kamis tanggal 23 Maret yang lalu, echa say Goodbye sama kami semua.

  

Terlalu singkat, Tuhan. 5 bulan terlalu singkat.

Kami butuh waktu yang panjang, kami sudah terlanjur menyayangi Echa, adik kecil kami yang baru.

Tapi God knows best.

Tuhan kasian kalau Echa harus terlalu lama memaksakan diri.

Tuhan kasian kalau keluarga Echa harus terlalu lama menangis.

Tuhan punya jalan yang terbaik untuk semuanya, bahkan pada saat yang tampak terburuk sekalipun.

Yah. Sekarang baby kecil kami sudah beristirahat dengan damai.

Sekarang dia sedang tertidur sambil menunggu kedatangan Tuhan yang kedua kali di pagi yang cerah.

 

emak dan echa

Selamat tidur princess kecil nya kaka.

Selamat beristirahat.

Sampai bertemu di pagi yang cerah sayang

dia tidur dengan cantik